Sibosnetwork’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Sam Ratulangi Yang Populerkan Kata Indonesia

DR GSSJ Ratulangi dalam sejarah disebut-sebut sebagai orang pertama yang menggunakan kata Indonesia. Benarkah? DR GSSJ Ratulangi sendiri memang tidak pernah mengatakan bahwa Ialah yang menciptakan kata Indonesia. Namun yang pasti, hingga kini, kita tidak pernah tahu dengan jelas siapa yang pertama kali mempopulerkan kata INDONESIA. Tetapi (mungkin) kita perlu menyimak pengakuan yang datang dari Presiden RI I, Ir. Soekarno tentang kata INDONESIA. Katanya: “Saya mau menceritakan pengalaman saya sendiri. Empat puluh tahun yang lalu. Pada waktu itu banyak sekali diantara saudara-saudara yang belum lahir di dunia. Saya pada waktu itu masih menjadi murid dari pada Hogere Burglijke School di Surabaya. Saya menjadi utusan dari pada satu perkumpulan pemuda, datang mengunjungi kongres di Bandung. Pada waktu senggang tidak ada sidang dari pada kongres itu, saya berjalan-jalan di jalan Braga, di Bandung dan disitu saya baca satu di atas papan tulis tertulis LEVENSVERZEKERING MAATSCHAPPIJ INDONESIA. ” LEVENSVERZEKERING MAATSCHAPPIJ INDONESIA. Itu ada tulisan yang berbunyi “INDONESIA”, pertama kali dengan terang-terangan di wilayah tanah air kita INDONESIA. Saya bertanya kepada orang Bandung, “Apa ini Levensverkering Maatschappij Indonesia? Oh, itu adalah perseroan tanggung jiwa yang dipimpin oleh seorang Doktor dari MINAHASA. Namanya Ratulangie.” Sejak saat itu, Soekarno mengatakan: “Tak dapat saudara menulis sejarah Indonesia tanpa menulis di dalamnya nama GSSJ RATULANGIE. … UNTUK SATU BANGSA INI, SAUDARA GSSJ RATULANGIE telah memopulerkan buat pertama kali namanya, yaitu INDONESIA.”

Kata Indonesia sebelumnya sudah santer digunakan Sam Ratulangi sejak di Belanda, di kalangan mahasiswa asal Indonesia di Leiden semasa Perang Dunia I sekitar 1917. Ketika itu, Sam Ratulangi termasuk dalam kelompok peduli Indonesia di Belanda. Ia giat memopulerkan nama Indonesia. Dan, itupun dilakukannya sampai ke tanah air. Buktinya, pengakuan Bung Karno, orang nomor satu di Republik ini.

Sam Ratulangi telah menggunakan kata INDONESIA pada perusahaan asuransinya di Bandung, dengan nama LEVENSVERZEKERING MAATSCHAPPIJ INDONESIA. Itu tahun 1925.

Jauh sebelumnya, di masa penjajahan India-Belanda memang telah muncul kata Indonesia. Pertama kali kata itu digunakan oleh dua orang Inggris, yaitu George Samuel Windsor Earl, seorang Pengacara kelahiran London dan James Richardson Logan, seorang Pengacara kelahiran Scotlandia. Mereka menulis artikel sebanyak 96 halaman di Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, No. 4, tahun 1850 dengan judul ”The Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders.” Mereka menamakan penduduk India-Belanda bagian Barat yang berasal Proto-Malaya (Melayu tua) dan Deutero-Malaya (Melayu muda), sebagai Indunesians (Indu, bahasa Latin artinya India; dan Nesiaans, asal katanya adalah nesos, bahasa Yunani, artinya: Kepulauan). Sedangkan penduduk di wilayah India-Belanda bagian Timur masuk ke dalam kategori Melanesians (Mela = Hitam. Melanesia = kepulauan orang-orang hitam). Earl sendiri menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (adistinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: … the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.

Earl menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl akhirnya memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Kemudian, menyusul Adolf Bastian, seorang dokter dan sekaligus etnolog Jerman. Ia memopulerkan nama Indonesia ketika menerbitkan laporan perjalanan dan penelitiannya di Berlin, yang diterbitkan dalam karya 5 jilid (1864 – 1894) dengan judul “Indonesien, oder die Inseln des malaysischen Archipels” (bahasa Jerman, artinya: “Indonesia, atau Pulau-Pulau dari Kepulauan Malaya”). Jilid I berjudul Maluku, jilid II Timor dan Pulau-Pulau Sekitarnya, jilid III Sumatera dan Daerah Sekitarnya, jilid IV Kalimantan dan Sulawesi, jilid V Jawa dan Penutup.

Putera ibu pertiwi yang mulamula menggunakan istilah ”Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Selanjutnya, pada dasawarsa 1920-an, nama “Indonesia” yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air, sehingga nama “Indonesia” akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.”

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “India”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A.Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920. Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, “Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi, kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern.

Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda. Di tanah air, Dr. Sutomo ikut menggunakan kata INDONESIA. Ia menggunakan kata Indonesische Studie Club tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu, setelah Sam Ratulangi, pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan yang dia namakan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda- Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch-Indie”. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentahmentah.

Dari berbagai sebutan tadi –yang dipaksakan artinya menjadi Indonesia– jelas hanya Sam Ratulangi yang menulis kata dengan benar dieja INDONESIA, dengan tulisan INDONESIA. Bandingkan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) Indonesische Persbureau (1913). Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Dr. Sutomo mendirikan Indonesische
Studie Club pada tahun 1924. Tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij. (BbS)

August 13, 2007 - Posted by | Opini

No comments yet.

Leave a comment